Selasa, 10 Februari 2009

Bagaimana Mengelola Hubungan Yang Efektif Dengan Bos Anda?

Pada suatu saat di dalam karir anda, anda akan melaporkan ke manajer anda : orang yang anda – senang atau tidak – sebut bos. Hubungan yang anda ciptakan dan kelola, baik dengan bos anda sekarang maupun dengan karyawan-karyawan perusahaan yang lain, merupakan hal sangat penting (kritis) bagi kesuksesan pekerjaan dan kemajuan karir anda. Untuk menghadapinya, apakah anda menyenanginya atau tidak, anda bertanggung jawab membina hubungan anda dengan bos anda. Kualitas hubungan itu membantu anda mencapai tujuan anda. Pada saat yang sama, bos anda memiliki informasi yang anda perlukan untuk mencapai keberhasilan. Ingatlah bahwa dia tidak dapat mengerjakan pekerjaannya secara optimal atau mencapai tujuannya tanpa bantuan anda. Jadi, manajer anda membagi interdependensi kritis dengan anda. Jika anda tidak melaksanakan pekerjaan anda dengan baik, bagaimana anda bisa mencapai tujuan anda pribadi dan perusahaan? Anda tidak akan berkembang tanpa informasi, perspektif, pengalaman, dan dukungan manajer anda. Dengan mengetahui hal tersebut, manajer anda akan membantu anda dalam setiap kesempatan dengan semua ketrampilan dan efektivitas yang mungkin dimilikinya. Beberapa manajer justru adalah bos yang buruk, yang lainnya tidak menyadarai apa yang anda butuhkan dari mereka. Pengelolaan seperti itu adalah suatu tantangan, namun akhirnya berguna bagi anda. Langkah-langkah berikut ini akan membantu anda mengembangkan hubungan yang positif dan supportif dengan bos anda, yaitu suatu hubungan yang akan melayani dengan baik untuk anda sendiri, manajer anda, bahkan juga terhadap organisasi/perusahaan anda.
Pertama, mengembangkan suatu hubungan positif dengan bos anda. Hubungan tersebut harus berdasarkan saling percaya. Kerjakan dengan baik apa yang anda telah katakan. Jaga komitmen terhadap waktu. Jangan pernah membohongi manajer anda dengan membuat surprais yang sebenarnya dapat anda hindari. Informasikan secara teratur proyek yang anda kerjakan kepadanya sembari tetap berinteraksi dengan bagian-bagian lain dalam organisasi/perusahaan. Katakan ke bos anda, kapan anda atau staf anda telah membuat kesalahan dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Berbohong padanya bisa membuat anda stress, karena anda khawatir sewaktu-waktu akan ketahuan dan ternyata anda tidak konsisten dengan yang anda katakan. Berkomunikasilah setiap hari atau setiap minggu untuk membangun hubungan dengan bos anda. Ketahuilah bahwa manajer anda juga manusia. Dia akan membagi pengalaman nya, persis yang anda lakukan, dengan semua suka dukanya.
Kedua, mengenal kesuksesan di tempat kerja bukan segalanya bagi anda, tempatkanlah kebutuhan bos anda dalam diri anda. Artinya cobalah identifikasi hal-hal yang menjadi kelemahan atau tantangan terbesar yang dihadapi bos anda, dan tanyakan apa yang dapat anda lakukan untuk membantunya. Kenali juga apa saja yang menjadi kekhawatira terbesar bos anda dan bagaimana kontribusi anda dapat meringankan kekhawatirannya tersebut. Pahami dengan baik tujuan dan prioritas bos anda. Lakukan pekerjaan anda sesuai dengan prioritasnya. Pikirkan pula tentang kesuksesan bagian/departemen anda dan perusahaan, bukan semata-mata dunia kerja anda yang begitu sempit.
Ketiga, cari dan fokuslah pada hal-hal (bagian) terbaik dari bos anda. Bila anda berperasaan negatif tentang bos anda, tendensinya akan terfokus pada kegagalan dan perilaku buruk dari bos tersebut. Ini tentu saja bukan hal positif bagi pekerjaan anda juga terhadap prospek keberhasilan anda di dalam organisasi. Berikan pujian padanya bila dia melakukan hal-hal yang baik, jangan berlebihan. Berikan pengakuan positif atas kontribusinya bagi kesuksesan anda. Buat bos anda merasa bernilai bagi pekerjaan dan karir anda. Bukankah ini yang anda inginkan darinya untuk anda?
Keempat, anda merasa bos anda tidak mungkin berubah. Namun sebenarnya dia bisa berubah, akan tetapi barangkali dia menunggu seseorang yang bisa memberikan penjelasan mengapa harus berubah. Dari pada berusaha untuk merubah bos anda secara langsung, fokuslah untuk memahami gaya kerja bos anda. Identifikasilah apa yang dia nilai pada seorang karyawan. Apakah dia suka berkomunikasi sesering mungkin, suka dengan karyawan yang mandiri, meminta laporan tertulis segera setelah rapat dilaksanakan, atau percakapan informal. Preferensi bos anda adalah hal yang penting. Semakin baik anda memahami preferensi bos anda, semakin baik anda akan berkerja dengan dia.
Kelima, mempelajari bagaimana membaca moods dan reaksi bos anda adalah suatu pendekatan yang berguna untuk berkomunikasi dengan lebih efektif dengan dia. Ada waktu ketika anda tidak ingin mengemukakan ide-ide baru, jangan paksakan. Masalah di rumah atau keluarga yang mengalami kesehatan dapat mempengaruhi perilaku anda di tempat kerja dan keterbukaan untuk diskusi. Di samping itu, jika bos anda secara teratur bereaksi dengan cara yang sama untuk ide yang sama, telitilah apa sebenarnya yang dia suka atau tidak suka atas saran/ide/proposal yang anda ajukan.
Keenam, belajarlah dari bos anda. Bos anda mampunyai banyak hal yang bisa diajarkan kepada anda. Berikan apresiasi bahwa dia dipromosikan karena perusahaan anda menemukan aspek-aspek yang sangat berguna/bernilai bagi perkerjaan, tindakan, dan/atau gaya manajemen yang diterapkannya. Promosi biasanya merupakan hasil dari kerja yang efektif dan kontribusi pekerjaan yang sangat baik bagi keberhasilan perusahaan. Jadi, ajukan pertanyaan-pertanyan dalam rangka belajar dari dia dan jadilah pendengar yang baik guna mengembangkan suatu hubungan yang efektif dengan bos anda.
Ketujuh, tanyakan ke bos anda mengenai feedback. Biarkan bos anda memainkan peranan sebagai pelatih dan mentor. Ingat bahwa bos anda tidak dapat membaca pikiran anda. Rangsang dia untuk memberikan pengakuan kepada anda atas kinerja terbaik anda. Pastikan dia mengetahui apa yang telah anda laksanakan. Ciptakan ruang dalam percakapan dengan dia untuk memuji dan berterima kasih pada anda.
Kedelapan, hargailah waktu bos anda. Cobalah menjadwalkan sedikitnya suatu pertemuan per minggu sambil menyiapkan sebuah daftar menganai apa yang anda butuhkan dan ingin anda tanyakan. Tujuannya adalah untuk tidak mengganggu bos melaksanakan pekerjaannya.
Kesembilan, kaitkan pekerjaan, kebutuhan, dan arah proyek anda dengan pekerjaan, kebutuhan, dan arah proyek bos anda serta pencapaian tujuan perusahaan. Bila membuat proposal untuk bos anda, cobalah untuk melihat gambaran yang lebih besar. Ada banyak alasan mengapa proposal anda tidak digunakan : sumber daya terbatas, waktu tidak cukup, kurang pas dengan tujuan dan misi perusahaan. Jagalah rahasia dengan ketat.
Kesepuluh, dalam berhubungan dengan bos anda, terkadang anda tidak setuju dengan dia dan bahkan bisa bereaksi secara emosional. Bersabarlah sedikit. Jangan mengancam akan keluar dari perusahaan. Ketidaksetujuan pada bos adalah baik, bukan malah ngambek. Selesaikan perbedaan pendapat dengan baik. Anda harus menyadari fakta bahwa bos anda mempunyai wewenang dan tanggung jawab lebih dari yang anda kerjakan. Perlu disadari bahwa anda tidak mungkin untuk selalu bertindak sesuai dengan cara dan kemauan anda sendiri. (Penulis : Anwar Azazi)

Kamis, 29 Januari 2009

NILAI PERUSAHAAN DAN CORPORATE GOVERNANCE

NILAI PERUSAHAAN DAN CORPORATE GOVERNANCE

by Anwar Azazi

A. PENDAHULUAN

Cara pengelolaan perusahaan, khususnya perusahaan-perusahaan besar, sudah sejak lama menjadi objek studi para spesialis (ekonom, sosiolog, psikologi). Namun baru bebarapa tahun terakhir istilah corporate governance muncul dan menyebar secara luas dalam literatur manajemen. Cara bagaimana pimpinan-pimpinan perusahaan, dan juga stakeholders, terutama pemegang saham melaksanakan kekuasaaan dalam perusahaan menjadi permasalahan aktual[1]. Corporate governance sejak itu menjadi semakin penting bukan hanya bagi pimpinan-pimpinan perusahaan, tetapi juga bagi para praktisi politik. Schleifer dan Visny (1997) mmberikan argumentasi bahwa di setiap negara, praktek corporate governance sangat dipengaruhi oleh sistem legal (hukum, peraturan-peraturan) dan peranan dari institusi keuangan serta institusi publik.

Goncangan-goncangan yang terjadi di bursa-bursa di Asia, di Rusia dan di Brazil beberapa tahun yang lalu sebenarnya membuktikan lemahnya regulasi-regulasi di pasar keuangan negara tersebut dan peranan korupsi telah memberikan « lampu merah » kepada investor dalam negeri dan luar negari. Semua ini menunjukkan kekahawatiran bagi para investor mengenai buruknya komunikasi dan transparansi manajemen perusahaan di negara-negara yang sedang berkembang. Informasi mengenai kinerja dan nilai perusahaan menjadi prioritas bagi pimpinan-pimpinan perusahaan, para investor, dan juga manajemen dana (fund manager). Informasi mengenai kedua poin penting ini memerlukan penggunaan instrumen pangukuran kinerja dan nilai perusahaan di pasar keuangan yang berbeda.

Tujuan tulisan ini ada dua : pertama, untuk mereview beberapa instrumen pengukuran kinerja perusahaan, kedua, untuk menganalisis berbagai jenis corporate governance, khususnya dengan mereferensi pada praktek corporate governance di negara-negara industri maju, dan pengaruhnya terhadap penilaian kinerja perusahaan.

Tulisan ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut : Latar belakang penulisan, tujuan dan sistematika penulisan disajikan pada bab satu. Permasalahan – permasalahan tentang berbagai instrumen pengukuran tersebut akan dibahas di bab dua. Bab tiga membahas perbandingan mengenai perngaruh berbagai sistem corporate governance terhadap apresiasi nilai perusahaan, khususnya melalui penawaran publik untuk akuisisi perusahaan maupun pertukaran saham kepada publik. Mengingat globalisasi pasar, evolusi telekomunikasi yang cepat, konvergensi peraturan dan hukum tentang perusahaan, mempunyai konsekwensi yang menuju kepada norma-norma corporate governance standar, maka perbedaan-perbedaan yang besar antara praktek corporate governance ternyata masih tetap ada. Oleh karena itu, perbedaan dan barangkali juga kesamaannya perlu dibuktikan secara empiris berdasarkan realitasnya di masing-masing negara « referensi ». Karya tulis ini diakhiri oleh bab empat yang memberikan kesimpulan dan rekomendasi untuk studi yang akan datang.

B. KEBUTUHAN INFORMASI UNTUK MENGUKUR KINERJA DAN NILAI PERUSAHAAN

Informasi yang diperlukan untuk mengukur kinerja dan nilai perusahaan pada umumnya berbentuk dokumen keuangan yang menyajikan sejumlah informasi keuangan secara kuantitatif. Setelah membahas secara singkat evolusi mengenai kriteria kinerja perusahaan pada seksi pertama, akan disajikan pula berbagai metode aktual untuk menghitung nilai suatu perusahaan., pada seksi kedua.

B.1. Evolusi tentang kriteria kinerja perusahaan

Jika ide penciptaan nilai (value creation) dapat ditelusuri sejak zaman psiokrat, maka pengertian kinerja perusahaan ternyata berevolusi sepanjang waktu. Kami akan memberikan contoh bagaimana sebuah kriterium digunakan sebagai alat pengukuran kinerja perusahaan di Perancis[2]. Pada dasa warsa enam puluhan, ukuran (size) perusahaan, baik diukur dengan penjualan total maupun aktiva total adalah satu kriteria kinerja penting (big is beautiful). Dalam tahun tujuh puluhan, para analis atau investor lebih memperhatikan masalah laba perusahaan dengan berbagai bentuknya seperti : laba bersih, laba per saham, Price Earning Ratio (PER). Nilai yang diciptakan oleh perusahaan dibagikan ke seluruh stakeholders, misalnya pemegang saham, manajemen perusahaan, karyawan, dan konsumen (melalui harga yang rendah). Selama dasa warsa delapan puluhan, berkembang penggunaan cash-flow : operating cash-flow dan free cash flow yang memperluas analisis dengan penekanan pada keuntungan perusahaan. Dalam dasa warsa sembilan puluhan, konsep penciptaan nilai lebih difokuskan pada rentabilitas modal yang diinvestasikan (invested capitals) . Konsep ini memperolah apresiasi yang tinggi dari pemegang saham.

Di masa lalu, struktur kapitalisme Perancis memberikan bobot yang tinggi pada negara sebagai pemilik perusahaan, kurang memperhatikan masalah keuntungan, namun negara selalu siap membiayai dana yang “hilang” dari perusahaan-perusahan besar nasional. Dengan kata lain, banyak perusahaan swasta mengabaikan pemegang saham nasional, umumnya pamagang saham minoritas atau di Perancis disebut “ayah dari keluarga”, dan tidak menganggap perlu menginformasikan keuntungan yang diperoleh kepada pemegang saham. Hubungan kapitalistik antara perusahaan, pada akhirnya, mengarah kepada suatu “bahasa tarzan” dalam kaitannya dengan informasi keuangan. Akibatnya, pengukuran kinerja menjadi objek analisis yang dikerjakan dengan sangat hati-hati, namun metode evaluasi perusahaan yang dianggap efektif di negara-negara lain relatif terlambat digunakan oleh perusahaan – perusahaan di Perancis.

Di bawah pengaruh internasionalisasi perusahaan, metode analisis keuangan yang mendalam tentang dana pensiun di negara anglo-saxon, perlunya evaluasi perusahaan dengan benar untuk privatisasi, dan globalisasi dari pada evolusi teknik akuntansi dan keuangan di Perancis dan di Eropa, maka praktek kepemimpinan di perusahaan – perusahaan Perancis berubah secara fundamental. Sejak beberapa tahun, suatu diskursus dominan yang bertujuan untuk menjelaskan “penciptaan nilai bagi pemegang saham”, telah menjadikan pertempuran akbar di antara pasar modal yang secara sistematik mengacu pada jargon tersebut.

Penciptaan kekayaan dan penciptaan nilai sebenarnya bisa dibedakan (Jacquillat, 1998). Penciptaan kekayaan (wealth creation) menurut Jacquillat diukur , untuk kegiatan dalam satu tahun fiskal, oleh perbedaan antara laba suatu perusahaan dengan pengembalian modal yang diinvestasikan oleh pemegang saham. Biaya ini tidak disajikan dalam laporan rugi-laba. Sedangkan, penciptaan nilai (value creation) adalah suatu pengukuran dinamis yang meliputi laba untuk beberapa tahun fiskal yang mengukur selisih antara kapitalisasi pasar pada suatu periode tertentu dengan modal yang disumbangkan oleh pemegang saham di masa lalu. Pada periode yang panjang atau periode rata-rata, nilai perusahaan ekuivalen dengan jumlah penciptaan kekayaan tahunan[3].

Sebenarnya, nilai perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor endogen yang ada dalam perusahaan dan sejumlah faktor eksogen yang berasal dari eksternal perusahaan. Karena aliran kas utama investasi dalam sekuritas keuangan adalah dividen, maka dapat dikatakan bahwa nilai suatu perusahaan menyajikan nilai saat ini dari pada dividen yang akan dibayarkan perusahaan di masa yang akan datang kepada para pemegang saham. Faktor eksogen utama yang mempengaruhi valuation adalah penurunan suku bunga, karena suatu dividen Rp100,00 dipotong 10% hanya bernilai Rp90,00, sementara dengan suku bunga 5%, nilainya adalah Rp95,00. Mengenai faktor-faktor endogen, pertumbuhan perusahaan dan perkembangan produktivitasnya merupakan kriteria yang diterapkan secara umum, sementara faktor-faktor endogen lainnya adalah faktor-faktor yang terkait an sich dengan perusahaan atau cabang aktivitasnya. Sebagai contoh, dalam industri perminyakan, ia terkait dengan evolusi paritas antara Rupiah dengan Dolar Amerika Serikat, harga minyak Brent dan margin dari hasil penyulingan dll. Akan tetapi, secara keseluruhan terdapat berbagai metode berdasarkan kriteria yang kurang lebih mudah diapplikasikan. Para pemimpin juga turut dipertimbangkan karena sikap mereka terhadap resiko berpengaruh pada penciptaan nilai atau kekayaan[4].

B.2. Instrumen pengukuran nilai perusahaan

Berikut ini disajikan beberapa instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan, sekaligus nilai perusahaan.

B.1.1. Economic Value Added (EVA)

Metode Nilai Tambah Ekonomis (economic value added) dielaborasi dan disempurnakan oleh sebuah perusahaan konsultan manajemen “Stern Stewart” yang kemudian memegang hak paten dari metode pengukuran kinerja ini. EVA merupakan konsep yang sederhana yaitu mengukur perbedaan antara antara laba bersih sebelum bunga dan pajak (net opetaring profit after tax) dan biaya modal dari semua modal yang digunakan.

Hasilnya terkadang digunakan untuk menghilangkan anomali angka-angka akunting tertentu, seperti perlakukan biaya penelitian dan pengembangan. Batas-batas metode ini adalah penggunaan data atau laporan-laporan yang sudah tersedia bagi publik, jadi informasinya adalah informasi dan data di masa lalu. Disamping itu, inflasi mempengaruhi hasil EVA karena bisa meningkatkan nilai nominal dari laba perusahaan. Disamping itu, pengeluaran-pengeluaran investasi yang besar akan mengurangi EVA dan karenanya ia dapat menjadi kendala bagi pemimpin-pemimpin perusahaan untuk mengambil keputusan investasi. Itulah sebabnya, Stern Stewart menyempurnakan versi eksternal dari metode ini yang disebutnya Market Value Added (Nilai tambah berdasarkan nilai pasar dari saham perusahaan) disingkat MVA. Metode ini bertujuan untuk mengukur selisih antara modal yang diinvestasikan dalam suatu perusahaan dengan nilai pasar sahamnya. Evaluasi tahunan EVA dan MVA dari perusahaan-perusahaan terbuka utama biasanya dipublikasikan secara tahunan. Sebagai illustrasi, berikut ini disajikan kinerja beberapa perusahaan Perancis berdasarkan nilai EVA dan MVA untuk tahun 1999.

Tabel 1.1

EVA dan MVA dari perusahaan-perusahaan utama di Bursa Paris tahun 1999

(dalam jutaan France)

Nama perusahaan

EVA

MVA

L’Oréal

2.482

+ 229.325

France Telkom

1.958

+ 304.279

Carrefour

1.725

+ 132.846

Schneider

1.580

+ 14.308

Lafarge

1.550

+ 14.604

Dassault Aviation

1.158

+ 2.240

Pinault-Printemps

1.407

+ 99.041

Saint Gobain

979

- 13. 721

Coflexip

870

+ 2.338

Promèdes

850

+ 63.973

Catatan : Hasil ini berdasarkan data dari 10 perusahaan pada tahun 1998

Sumber : Majalah migguan ekonomi Le Revenue, Paris, Oktober 1999

Dari Table 1.1. di atas dapat kita ketahui perbedaan metode EVA yang berdasarkan nilai buku akunting dan MVA yang berdasarkan nilai pasar. Dengan demikian, antara EVA dan MVA, hasilnya tidak selalu bersifat linear. L’oreal yang EVA-nya paling tinggi ternyata mempunyai MVA lebih rendah dari Telkom Perancis. Bahkan Saint Gobain yang EVA-nya 979 juta france, ternyata nilai MVA-nya minus 13.721 juta france dibandingkan dengan Promèdes yang MVA-nya 63.973 juta france, padahal EVA-nya paling rendah dibandingkan dengan sepuluh perusahaan utama di Bursa Perancis tahun 1998.

Kita dapat dengan mudah menelusuri perbedaan tersebut di atas. Pertama data yang digunakan sebagian besar berbeda. EVA dihitung dengan menggunakan nilai buku akunting dari laporan keuangan perusahaan, sedangkan MVA berdasarkan nilai pasar saham perusahaan. Kedua, mengingat MVA menggunakan data pasar, maka hasil perhitungannya sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga saham perusahaan tersebut di Bursa. Saint Gobin yang EVA-nya lebih tinggi dari Promèdes, ternyata mengalami pergerakan harga saham yang selalu menurun sehingga rate of return saham menjadi negatif. Tidak demikian halnya dengan perusahaan Promèdes yang sahamnya ternyata memberikan rate of return yang tinggi, walaupun EVA-nya paling rendah, namun MVA-nya cukup tinggi. .

B.1.2. Total Share Return

Metode Total Shareholder Return (TSR) ini dirancang oleh The Boston Consulting Group (BCG). TSR diperoleh dengan membandingkan total rate of return yang diterima pemegang saham, dengan memperhitungkan dividen (hubungan antara dividen yang didistribusikan dan harga saham yang diasumsikan segera direinvestasi) dengan variasi harga (nilai tambah) saham pada suatu periode tertentu. Dengan demikian, metode ini merupakan suatu metode pengukuran eksternal. Metode ini juga cukup sederhana. Karena kesederhanaannya, metode ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Misalnya, selama periode studi, sangat mungkin rate of return dipengaruhi oleh inflasi atau oleh krisis konjungtural (depresi). Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, TSR biasanya dihitung pada periode yang cukup panjang, misalnya 5 tahun. Disamping itu, untuk menghindari bias yang berkaitan dengan sektor kegiatan perusahaan, biasanya TSR suatu perusahaan dibandingkan dengan TSR perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri yang sama. The Boston Consulting Group (BCG) menganalisis lebih dari 5000 perusahaan terbuka di seluruh dunia dan mempublikasikan 10 perusahaan yang TSR-nya tertinggi (rata-rata 5 tahun terakhir) untuk setiap negara.

The Financial Times International yang melakukan studi pada 600 perusahaan di Eropa untuk periode 5 tahun pada tahun 1998 telah mengklasifikasikan kinerja perusahaan terbaik berdasarkan metode TSR. Perusahaan-perusahaan yang termasuk klasifikasi tertinggi adalah Nokia, Aegon, Perusahaan Asuransi Belanda Hennes and Muritz, dan perusahaan ritel tekstil Swedia.

Hasil TSR biasanya dilengkapi dengan suatu pengukuran internal penciptaan nilai lainnya, yaitu Cash Value Added (CVA). Perhitungannya dilakukan hanya dengan mengurangi profit dengan biaya modal yang digunakan. Tabel 1.2. berikut menyajikan contoh illustratif dari 10 perusahaan Perancis di Bursa Paris yang dipublikasikan dalam koran Le Revenue tahun 1999.

Tabel 1.2

Total Shareholder Return rata-rata dan Cash Value Added (CVA) perusahaan terbuka di Bursa Paris, Perancis

Tahun 1998

Nama Perusahaan

TSR rata-rata (%)

CVA 1998

Altran Technologies

65,7

125

Atos

46,2

315

Pinault-Printemps

45,6

2.093

Cap Gemini

41,1

780

Sodexho Alliance

40,5

885

Synthélabo

40,5

905

Dassault Aviation

39,9

1.371

Sanofi

35,2

1.292

Promèdes

31,3

39

L’Oréal

29,3

1.830

Catatan : Perhitungan rata-rata TSR berdasarkan data 5 tahun sebelumnya, dalam jutaan france Perancis.

Sumber : Koran ekonomi Le Revenue, Paris, Oktober 1999

Sebagaimana dengan Tabel 2.1, kita dapat dengan mudah mengamati perbedaan hasil dari kedua metode yang digunakan. Namun perlu diingat bahwa walapun hasil perhitungan berdasarkan CVA sangat bervariasi, metode ini hanya berfungsi sebagai pelengkap. Klasifikasi kinerja perusahaan tetap difokuskan pada metode TSR. Altran Technologis yang walaupun TRS-nya paling tinggi di antara kesepuluh perusahaan, namun ternyata CVA-nya menempati urutan kedelapan. Bandingkan misalnya dengan Pinault-Printemps yang berada pada posisi ketiga, namun dengan CVA terbesar.

Pada umumnya, investor di pasar modal lebih tertarik pada tingkat pendapatan total dari saham tersebut. Misalnya, pendapatan pemegang saham selama tahun 1998 adalah 65,7% dari total dana yang mereka investasikan, suatu tingkat return yang tinggi, walaupun secara absolute nilainya relative kecil. Alasannya adalah bahwa rate of return yang tinggi merefleksikan bahwa peluang investasi dengan NPV negative cukup tinggi dan biasanya saham perusahaan semacam ini digolongkan sebagai growth stocks. Kalau investor mengantisipasi bahwa rate of return dari saham Altran Technologies bertahan, katakanlah, pada tingkat rentabilitas yang relatif sama dengan tahun 1998, maka mereka akan menginvestasikan kembali uangnya di saham perusahaan ini.

B.1.3. Maximising Shareholder Value

Pendekatan ini dikembangkan di Amerika Serikat pada akhir tahun delapan puluhan dan merekomendasikan bahwa pimpinan perusahaan harus memaksimumkan nilai saham untuk pemegang saham (shareholder value). Metode ini dihitung dengan cara mengukur selisih antara nilai perusahaan dengan nilai hutang di pasar modal. Nilai perusahaan adalah sama dengan nilai sekarang aliran kas yang didiskonto dengan biaya modal perusahaan. Dikatakan ada penciptaan nilai pemegang saham apabila perusahaan berinvestasi pada proyek-proyek yang tingkat rentabilitasnya lebih tinggi dari biaya modal.

Metode manajemen melalui nilai menggunakan indikator-indikator yang mengintergrasikan rentabilitas ekonomis dari proyek dengan biaya keuangan. Konsep rentabilitas ekonomis (RE) diusulkan guna mengappresiasi efektivitas manajemen perusahaan. Konsep ini memperhitungkan tingkat rentabilitas modal yang diinvestasikan setelah dikurangi dengan biaya keuangan, k, dan biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan, i, serta modal yang diinvestasikan, IC. Dengan demikian, diperoleh hubungan sebagai berikut :

RE = (k –i).IC

Bila tingkat rentabilitas dari modal yang diinvestasikan lebih tinggi dari biaya modal, maka Rentabiliats Ekonomi (RE) akan positif dan perusahaan dikatakan pencipta nilai untuk pemegang sahamnya. Sebaliknya jika LE negatif, perusahaan dikatakan penghancur nilai.

Dengan demikian, metode ini bertujuan untuk menciptakan suatu hubungan eksplisit antara keputusan strategis dan keputusan operasional perusahaan, dan pengaruhnya terhadap tingkat pengembalian saham bagi pemegang sahamnya. Pemimpin perusahaan diasumsikan, menurut sikap mereka, menciptakan nilai atau kekayaan.

Ide fundamental dari penciptaan nilai dimana suatu perusahaan harus memperoleh suatu tingkat rentabilitas dari investasinya harus lebih lebih tinggi dari biaya modalnya bukanlah suatu ide baru. Adalah Alfred Marshall yang mengemukakan, berdasarkan laporan tahunan General Motor pada tahun 1924, bahwa “setiap tambahan dollar yang diinvestasikan seharusnya menghasilkan tingkat keuntungan setelah pajak sekitar 10%”. Peter Drucker juga mengingatkan bahwa selama sebuah perusahaan tidak menghasilkan laba yang lebih tinggi dari biaya modalnya, maka ia menciptakan kerugian. Namun, sampai dasa warsa delapan puluhan, prinsip dasar ini tidak begitu banyak diterapkan oleh manajemen peruisahaan, karena perhitungannya tidak mudah.

Bagian akuntansi suatu perusahaan sebenarnya bisa memperhitungkan dengan wajar biaya hutang, yaitu modal yang dipinjamkan oleh kreditur (obligasi, pinjaman jangka panjang), namun ia tidak mempunyai alat yang tepat untuk mengetahui biaya modal sendiri yang ditanggung oleh pemegang saham, yang juga merupakan bagian dari biaya modal. Oleh karena itu, suatu tingkat keuntungan implisit dari modal sendiri seharusnya dielaborasi berdasarkan jumlah modal yang ditarik kembali oleh pemegang saham yang kemudian diinvestasikannya di perusahaan lain (opportunity cost of equity). Sasaran untuk memaksimumkan nilai pemegang saham telah mendorong perusahaan untuk mengimplementasikan strategi pemisahan bidang aktivitas tertentu yang merugi dan kemudian memusatkan aktivitas mereka pada sektor-sektor utama perusahaan. Disamping itu, perusahaan juga meninggalkan strategi konglomerasi perusahaan, berdasarkan diversifikasi aktivitas yang ditujukan untuk menghindari pengaruh konyungtural suatu sector ekonomi.

Pendekatan Maximizing Shareholder Value (MSV) akan lebih efektif bagi pengendalian keuangan yang dilakukan oleh kreditur dan oleh pemegang saham : para investor lembaga yang penting, khususnya dana pension, yang meminta suatu tingkat rentabilitas yang memuaskan dari investasi mereka. Namun, ia memerlukan suatu evaluasi yang tepat dari biaya modal. Penilaian yang buruk (tidak tepat) terhadap biaya modal mempunyai konsekwensi buruk yaitu penetapan biaya modal yang lebih rendah dari seharusnya (under estimate) yang pada gilirannya mendorong perusahaan kepada pemborosan sumber daya. Sebaliknya, penentuan biaya modal yang terlalu tinggi (over estimate) berakibat dihasilkannya suatu kebijakan investasi yang sangat terbatas. Lebih khusus lagi, rentabilitas dari investasi- investasi tertentu menjadi sulit untuk dievaluasi seperti penelitian dan pengembangan, pembelian perusahaan, penyedian modal untuk restrukturisasi perusahaan.

Adalah normal bagi pemegang saham, khususnya penabung yang menginvestasikan dananya dalam saham, mengharapkan suatu rate of return yang lebih tinggi dari pada investasi tanpa resiko (misalnya obligasi pemerintah). Mereka juga memperhitungkan premi resiko dari sektor aktivitas perusahaan atau suatu premi yang berkaitan dengan tingkat penggunaan hutang. Akan tetapi bila tingkat pengembalian saham ini dapat dijamin (pasti), barangkali agak berlebihan dalam kasus-kasus tertentu untuk memperoleh tingkat keuntungan lebih tinggi dengan memasukkan elemen-elemen eksternal pada sektor yang dianalisis[5].

Sebagai penutup, beberapa penulis mengkritik shareholder value dengan pertimbangan bahwa keputusan yang diambil terlalu ekslusif dengan tujuan bahwa pasar akan menilai lebih saham-saham perusahaan dan konsep ini mengabaikan kepentingan lain dari para pemegang saham.

B.1. 4. Cash-Flow Return on Investment

Metode tingkat rentabilitas investasi (Cash-Flow Return on Investment) diusulkan terutama oleh Holt Value Associates. Terinspirasi oleh karya pemegang hadiah Nobel bidang ekonomi Franco Modigliani dan Merton Miller yang merumuskan konsep tersebut tahun 1958, metode ini adalah suatu metode yang lebih canggih dibandingkan dengan metode-metode yang baru dibahas sebelumnya.

Prinsip metode ini adalah bahwa evaluasi saham suatu perusahaan sama dengan jumlah terdiskonto dari cash-flows yang berasal dari para pemagang saham dan kreditur-krediturnya. Pendekatan ini menggunakan penyesuaian-penyesuaian guna mengurangi distorsi yang ditimbulkan oleh metode akuntansi tradisional dan mengarah kepada suatu perbandingan antara cash-flows dan investasi bruto, keduanya disesuaikan untuk memperhitungkan inflasi. Hasilnya kemudian dikonversi dalam internal rate of return.

Namun metode ini pun tidak lepas dari kritik. Kritik tarhadap metode ini berkaitan dengan teknik yang digunakan untuk melakukan penyesuaian yang diperlukan dan untuk menghitung biaya modal. Kita dapat mengatakan bahwa walaupun metode ini mempunyai batasan – batasan, ia berguna bagi manajemen.

B.1.5. Strategi “pertumbuhan rentabilitas”

Perusahaan konsultan manajemen Mercer Management Consulting telah membandingkan kinerja saham dan strategi dari 350 perusahaan Perancis selama 10 tahun (1988 – 1997). Hasil studi perusahaan ini menyimpulkan bahwa : bursa menilai dengan lebih baik perusahaan-perusahaan yang : pertama, menerapkan strategi pertumbuhan rentabilitas (yang penjualan dan labanya meningkat) dan kedua, mengadopsi strategi pengurangan biaya, dengan mengurangi omzet mereka untuk meningkatkan laba.

Sejak tahun delapan puluhan, kantor konsultan ini menghitung bentuk nilai pemagang saham ini berdasarkan nilai dari satu france modal sendiri yang terdapat dalam neraca. Rincinya dengan membagi kapitalisasi pasar rata-rata tahun tersebut dengan nilai buku dari pada jumlah modal sendiri. Rasio ini dapat mencapai angka 20 bagi perusahaan yang diklasifikasikan dengan kinerja terbaik dan 0,5 untuk yang kinerjanya paling buruk. Rata-rata terletak disekitar 7, angka ini dianggap kinerja perusahaan relatif stabil.

Pada suatu periode yang cukup panjang, paling tidak 10 tahun, kita bisa mengamati “perpindahan nilai” dari perusahaan-perusahaan Indonesia yang listing di Bursa Jakarta. Sebenarnya, para investor, melalui pasar modal, memberikan suatu premi penilaian pada perusahaan-perusahaan yang mempunyai strategi pertumbuhan rentabilitas dan yang mampu berinovasi kembali secara berkelanjutan bidang-bidang pekerjaan mereka. Sayangnya penelitian semacam ini belum dilakukan dengan menggunakan data perusahaan terbuka di Indonesia.

B.1.6. Return on Equity (Rentabililitas modal sendiri)

Banyak perusahaan masih menggunakan metode pengukuran kinerja dengan menghitung rentabilitas modal sendiri (Return on Equity atau ROE). ROE merupakan suatu rasio yang menunjukkan hasil netto dari modal sendiri atau rentabilitas modal yang diinvestasikan/rentabilitas ekonomi (Return On Assets atau ROA). Menurut metode ini, suatu perusahaan dikatakan menciptakan nilai bila rentabilitas modal yang diinvestasikan lebih tinggi dari biaya modal yang dikeluarkan. Modal yang diinvestasikan diperoleh dengan menjumlahkan aktiva tidak bergerak dan aktiva intangible dikurangi penyusutan/amortisasi, ditambah dengan kebutuhan modal kerja (persediaan, ditambah piutang dikurangi hutang dari kreditur). Rentabilitas modal yang diinvestasikan menunjukkan hubungan laba operasi setelah pajak dengan modal yang diinvestasikan, dinyatakan dalam persentase. Biaya modal yang digunakan diperoleh dengan menambahkan biaya hutang (biaya-biaya keuangan, dengan memperhitungkan pengurangan dari pajak) terhadap biaya modal sendiri (rentabilitas tingkat bunga tanpa resiko) yang memasukkan premi resiko pada setiap sektor dan setiap perusahaan.

Secara umum, tujuan metode ini adalah untuk memperoleh angka “mistis” misalnya 15% rentabilitas modal sendiri, tanpa diketahui orang lain dari mana angka ini berasal. Barangkali yang menggunakannya pertama kali adalah perusahaan-perusahaan Amerika. Tentu saja, semua itu tidak menghalangi perusahaan-perusahaan tertentu untuk menetapkan sasaran – sasaran lain, khususnya pada cabang-cabang aktivitas tertentu yang padat modal atau pada sektor-sektor yang mengalami tingkat pertumbuhan tinggi, dimana angka 15% ini tidak dapat diterapkan dan berisiko memperlambat investasi yang benar-benar diperlukan, kareana rentabilitas baru bisa direalisasikan dalam jangka waktu yang cukup lama.


C. PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP APPRESIASI NILAI PERUSAHAAN : SUATU PERBANDINGAN INTERNASIONAL

Sistem corporate governance yang berbeda dari suatu negara menimbulkan suatu sikap yang berbeda dalam menanggapi metode penilaian tentang kualitas manajemen suatu perusahaan. Konsep corporate governence mencakup aturan-aturan organisasi dan fungsi dari masing-masing dewan komisioner dan dari team manajemen eksekutif perushaan (CEO dan direktur). Kita dapat mengkasifikasikann berbagai jenis corporate governance dengan memperhitungkan peranan pasar modal, institusi-institusi keuangan dan kekuasaan publik. Berdasarkan kriteria ini, corporate governance dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

  1. Corporate governance yang didominasi oleh peranan pasar modal (Amerika serikat dan Inggris)
  2. Corporate governance di bawah kendali bank (Jerman dan Jepang),
  3. Corporate governance di bawah pengaruh yang kuat dari negara (Perancis dan Itali).

Tabel 3.1 menyajikan karakteristik-karakteristik utama ketiga sistem corporate governance di negara-negara industri maju.

Table 3.1.

Perbedaan karakteristik corporate governance

Sistem corporate governance

Dikontrol oleh pasar

Dikontrol oleh bank

Karakteristik

Amerika Serikat

Jerman

Jepang

Pemegang saham

Publik

- Bank

- Keluarga

- Bank

- Kepemilikan silang dengan perusahaan kelompok atau perusahaan teman

Komposisi dewan komisioner

- Pimpinan perusahaan

- Anggota-anggota dari luar perusahaan

- Bankir

- Anggota ekternal

- Perwakilan individu

- Pimpinan perusahaan

- Bankir

- Perwakilan kelompok

- Perusahaan teman

Keterlibatan bank di pasar saham

Dilarang (kecuali dalam trust <>

- Tanpa batasan

- Sindikasi emisi

- Kepemilikan terbatas

- Tidak ada sindikasi emisi

Peranan bank dalam crporate governance

Ada larangan hukum untuk terlibat

Dikontrol bersama antar bank

Kerjasama antara perusahaan, bank dan perusahaan kelompok (keiretsu)

Akuisisi perusahaan secara hostil

Dimungkinkan oleh penawaran publk untuk pembelian/pertukaran perusahaan dan pembelaan dalam RUPS

Jarang, mungkin jika ada persetujuan bank dan 75% pemegang saham

Jarang, diblokir oleh kepemilikan silang

Sumber : Labeller R dan Raffournier B (2000)

C.1. Corporate governance berbasis pasar.

Amerika Serikat dan Inggris adalah dua negara yang mewakili tipe corporate governance berbasis pasar, dimana pemegang saham memainkan peranan yang besar dalam sistem ini.

C.1.1. Corporate governance di Amerika Serikat

a. Organisasi kekuasaan dalam perusahaan dan peranan bank

Ciri corporate governance berbasis pasar adalah tersebarnya pemegang saham secara luas dan perusahaan dana pensiun memegang peranan yang sangat besar. Dewan komisioner (Board of Directors) perusahaan dikontrol oleh pemimpin-pemimpin perusahaan. Bagi perusahaan – perusahaan terbuka, pada umumnya terdapat 12 anggota dewan komisioner, dimana setengahnya tidak mempunyai fungsi di dalam perusahaan. Mekanisme yang diatur dalam Glass-Steagall Banking Act pada tahun 1933 di Amerika Serikat menyatakan bahwa bank- bank komersial Amerika Serikat tidak bisa mewakili nasabah-nasabah mereka secara aktif pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan tidak dapat memiliki saham atas nama mereka. Namun bank-bank ini dapat berintervensi ke pasar, dengan syarat mereka tidak menggunakan pendapatan mereka lebih dari 25%. Dan bank-bank investasi harus memisahkan aktifitas mereka dari bank-bank komersial. Dengan demikian, pengaruh bank benar-benar terbatas.

b. Strategi penciptaan nilai perusahaan

Perusahaan – perusahaan konsultan manajemen yang menggunakan berbagai metode perhitungan nilai juga ingin memberikan alat-alat baru manajemen ke perusahaan yang mereka sebut “sistem pengarahan melalui nilai” guna memobilisasi secara maksimum karyawan untuk menciptakan nilai. Kita dapat mengemukakan misalnya inisiatif dari perusahaan Coca – Cola untuk mengepak produk mereka dalam kaleng aluminium atau plastik yang langsung bisa dibuang, yang tujuannya mengurangi modal tetap untuk membiayai persediaan. Akan tetapi penghematan investasi ini atau suatu kebijakan eksternalisasi sistematis dari kegiatan-kegiatan yang sebelumnya dijamin oleh perusahaan, dalam jangka menengah, dapat mengarah kepada penundaan investasi yang menguntungkan karena rentabilitas proyek baru perusahaan akan lebih rendah (under estimate). Batas-batas metode ini menyebabkan perusahaan-perusahaan besar menunda investasi, terutama ketika metode ini digunakan untuk menentukan indek remunerasi dari ribuan karyawan. Oleh sebab itulah, setelah menggunakan metode EVA dari tahun 1992 sampai 1997, perusahaan AT & T meninggalkannya dengan alasan kompleksitas yang ditimbulkannya dalam perhitungan remunerasi (gaji) 110.000 karyawannya. Disamping itu, EVA tidak bisa diadaptasikan pada aktivitas-aktivitas dimana investasi hanya menghasilkan rentabilitas dalam jangka panjang, 10 sampai 20 tahun. Disamping itu, ia juga gagal diaplikasikan dengan baik pada perusahaan berteknologi tinggi yang nilainya tergantung pada kecepatan kapasitas mereka untuk bereaksi terhadap inovasi – inovasi teknologi baru atau kecepatan dalam pengidentifikasian pemilihan pengembangan – pengembangan produk di masa yang akan datang.

Perlu dicatat bahwa ada resiko dari keuangan ketika biaya hutang rendah : di Amerika Serikat, biaya modal sendiri rata-rata mencapai 3 kali dari biaya hutang (24% vs 7%), sehingga memungkinkan perusahaan-perusahaan Amerika membeli kembali secara besar-besaran saham mereka, memperbaiki distribusi dividen karena berkurangnya jumlah pemegang saham. Saat ini, hutang perusahaan Amerika mencapai angka tiga kali lebih besar dari modal sendiri. Kondisi ini mencerminkan suatu potensi resiko ketika suku bunga meningkat.

c. Peranan take-over (market for corporate control)

Di Amerika Serikat, terdapat beberapa cara untuk menghindari penawaran pembelian perusahaan ke pada publik. Di sejumlah negara bagian seperti Delaware, Pennsylvania, Ohio, Georgia, Massachusset, undang-undang merumuskan dengan jelas bagaimana “melakukan perlawanan” pengambialihan perusahaan. Perusahaan dapat menolak suatu penawaran akuisisi dari suatu perusahaan lain dengan alasan apakah karena ia dapat merugikan individu atau memberikan manfaat bagi pemegang saham (seperlima perusahaan – perusahaan besar di Amerika listing di negara bagian Delaware dan Pennsylvania). Pengadilan negara bagian Delaware, dimana terdapat lebih dari 500 perusahaan besar Amerika, pada tanggal 4 Desember 1998 telah mengesahkan bahwa poison pill dapat digunakan sebagai instrumen defensif hanya jika instrumen ini chewable yaitu jika instrumen ini mempunyai waktu terbatas. Misalnya, pada tahun 1988, AMP, sebuah pabrikan besar yang memproduksi peralatan elektronik telah menjadi sasaran dari suatu penawaran publik akuisisi oleh perusahaan Allied Signal dan pemegang saham diperkirakan akan menerima tawaran ini. Akan tetapi perlawanan juridis dari pemegang saham dan proses negosiasi yang panjang telah dimanfaatkan oleh manajer untuk mencegah terjadinya pengambilalihan perusahaan mereka.

Sebuah studi yang dilakukan oleh J.P.Morgan terhadap lebih dari 1800 perusahaan besar di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa hampir 60% perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai dewan komisioner (dewan pengawas) yang hanya sebagian anggotanya saja yang bisa diganti (staggered board), artinya hanya sejumlah kecil anggota dewan komisioner yang bisa dirobah oleh pemegang saham majoritas yang baru. Karenanya, harus menunggu beberapa tahun untuk pembaharuan dewan pengawas secara komplit, yang pada gilirannya melemahkan pengambilan kekuasaan oleh pemegang saham mayoritas yang baru. Oleh sebab itu, lebih dari 50% perusahaan menerapkan strategi poison pills. Disamping itu, dibenarkan pula bahwa pemegang saham mempunyai hak untuk membeli sejumlah besar saham baru pada harga yang sangat murah jika sebuah perusahaan lain melakukan penawaran akuisisi kepada publik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan biaya perusahaan sasaran, sehingga perusahaan sasaran (acquired entreprise) tidak lagi menarik untuk diakuisisi. Pada kasus ekstrim, poison pills membuat perusahaan tidak akan mampu mengambil alih perusahaan melalui penawaran umum akuisisi. Ini adalah kasus dead hand pills yang mencegah siapa saja untuk melakukan akuisisi ini sebelum satu periode yang dapat mencapai 10 tahun. Perlu dipahami bahwa untuk dapat digunakan, poison pills tidak memerlukan hak voting pemegang saham, karenanya memberikan suatu kebebasan yang besar bagi manajemen perusahaan.

Dalam 32% kasus, rapat para pemegang saham tidak akan dapat dilaksanakan kecuali majoritas pemegang saham memerlukannya. Lebih dari 30% perusahaan, batasan mengenai hak-hak voting masih ada. Akhirnya, Chief Executif Officer dapat menolak penawaran publik akuisisi tanpa memeberitahukannya pada dewan pengawas.

C.1.2. Corporate governance di Inggris

Di Inggris, penawaran publik akuisisi bersahabat (friendly take-over) sering terjadi, demikian pula akuisis hostil. Berbeda dengan Amerika Serikat, peraturan penawaran akuisisi kepada publik menyatakan bahwa seluruh penawaran akuisisi kepada publik harus tunduk pada dewan pengawas perusahaan.

C.2. Corporate governance berbasis bank

C.2.1. Jerman

Jerman sangat terikat pada budaya konsensus sosial. Ekonomi sosial pasar modal Jerman tetap menjadi model ekonomi konsensus dan berorientasi jangka panjang. Perusahaan - perusahaan Jerman telah mengkritik kebijakan jangka pendek perusahaan-perusahan anglo-saxon, namun suatu evolusi sedang terjadi.

a. Organisasi kekuasaan dalam perusahaan dan peranan bank

Ekonomi Jerman sejak lama berfungsi atas prinsip Hausbank, bank universal. Secara finansil, bank bersama-sama dengan perusahaan melaksanakan pengembangan perusahaan, berpartisipasi dalam dewan pengawas (Aufsichtsrat) dimana perusahaan-perusahaan tersebut mengontrol mayoritas kantor pusat yang diperuntukkan bagi pemegang saham. Misalnya, Deutsche Bank memiliki 41,8% saham di Daimler-Benz sebelum merger dengan Chrysler (menjadi 29% setelah merger). Dresdner Bank dan Commerzbank secara bersama-sama memiliki 36%. Di bawah tekanan globalisasi, peranan bank tentu saja akan berevolusi, sebagaimana halnya dengan pasar modal.

b. Strategi penciptaan nilai perusahaan

Sejak tahun 1996, budaya pasar modal di Jerman berkembang sangat cepat. Pasar baru (Neuer Markt), yang diciptakan tahun 1997, mengalami keberhasilan luar biasa. Perubahan pasar Jerman ini ditujukan untuk merespon dua fenomena yang berbeda seperti berikut :

- Pertama, meningkatnya persaingan yang melampai batas negara (nasional), melalui eropanisasi dan globalisasi. Kelompok-kelompok perusahaan berkembang untuk menghindari pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain secara hostil. Perusahaan-peeusahaan Jerman yang listing di Bursa New York, seperti Daimler-Benz, bertujuan untuk mencari cara-cara pembiayaan guna membiayai ekspansi perusahaan mereka di Amerika Utara. Demikian pula di Eropa, pemberlakuan Euro meningkatkan persaingan antar perusahaan.

- Kedua, kebijakan deregulasi Uni Eropa yang mendorong privatisasi, seperti masuknya Deutsche Telkom di Bursa.

Sebenarnya, sebagaimana perusahaan-perusahaan Amerika, banyak perusahaan Jerman menjanjikan rate of return minimum pada tahun yang akan datang kepada pemegang saham mereka (misalnya 15%). Pembelian kembali saham (stock repurchase) menjadi lebih sering, karena perusahaan-perusahaan dapat membeli sampai 10% saham mereka dan kemudian mendistribusikannya kepada pemegang saham yang lain. Perusahaan juga mengkomunikasikan informasi keuangan utama seperti jumlah cadangan tersembunyi dan jumlah gain yang belum direalisasikan dari sekuritas yang dimiliki atau dari investasi-investasi lainnya.

Dalam kerangka restrukturisasi dan ekspansi perusahaan, beberapa kelompok (Siemens, Bertelsmann dll) tidak segan-segan lagi untuk melisting anak perusahaan mereka di bursa. Transparansi juga merupakan suatu karakteristik perusahaan terbuka di Neuer Markt, yang mengadopsi peraturan-peraturan yang setara dengan peraturan-peraturan di Nasdaq, Amerika Serikat.

c. Peranan take-over

Akuisisi hostil sangat jarang terjadi di Jerman. Pada tahun 1997, tawaran akuisisi perusahaan Krupp terhadap Thyssen telah mendorong karyawan berunjuk rasa melawan kekuasan bank dan pendekatan hanya mungkin dilakukan apabila proyek dirubah ke dalam take over bersahabat.

Kasus lain, misalnya, penawaran publik untuk akuisisi hostil oleh perusahaan Inggris Vodaphone terhadap Manesmann pada tahun 1999 telah menimbulkan suatu kehisterisan di Jerman. Hukum di Jerman mengijinkan perusahaan untuk melindungi diri sendiri dari penawaran umum akuisisi hostil : seorang bidder harus mendapatkan 75% hak kontrol untuk dapat mengontrol dewan pengawas suatu perusahaan. Misalnya, salah satu alat pertahanan Mannesmann adalah bahwa semua pemegang saham tidak boleh memiliki lebih dari 5% hak kontrol. Itu berarti bahwa walaupun Vodaphone berhasil memperoleh lebih dari 50% hak kontrol, ia masih mempunyai sedikit kekuasaan. Semua kesulitan ini menjelaskan bahwa direktur perusahaan Vodaphone seharusnya mengusulkan untuk mengakuisisi Mannesmann secara bersahabat agar hak kontrol terhadap perusahaan bisa dilakukan.

d. Kapitalisme Jerman dan karakteristiknya

Walaupun suatu evolusi sedang berlangsung, sensitif bagi perusahaan Jerman yang berada di luar negeri, hubungan antara industri dan sektor keuangan, seperti bank dan asuransi, masih tetap sangat penting. Demikian pula dengan kebiasaan lama menyangkut rahasia perusahaan tetap ada, dan hubungan silang antara perusahaan merupakan hal umum, bahkan jika bankir dan asuransiwan mengatakan mengelola secara aktif portofolio modal mereka. Banyak perusahaan menengah tidak listing di pasar modal, karena mereka lebih suka pinjaman bank dan juga karena mereka merasa tidak membutuhkan pasar keuangan. Disamping itu, sindikasi bank Jerman, dan sebagian kecil politisi mereka, menghawatirkan diangkatnya persoalan model sosial Jerman, dimana konsensus dan manajemen bersama memainkan peran utama dalam ekonomi. Ini dijelaskan oleh fakta bahwa sebuah produk hukum yang disyahkan pada tahun 1998 tentang pengendalian dan transparansi perusahaan memberikan rekomendasi yang cukup terbatas dalam hal pengkomunikasian informasi dan tidak ada kejelasan mengenai komposisi atau pembagian komite khusus di dalam perusahaan (misanya komite auditing, komite penggajian dll). Disamping itu, setiap perusahaan terbuka diharuskan untuk mempublikasikan, dalam laporan tahunan mereka, mandat-mandat lain yang dilaksanakan oleh anggota-anggota komite yang terdiri dari direktur perusahaan, dewan pengawas dan semua organ-organ pengedalian yang lain di dalam perusahaan.

C.2.2. Jepang

a. Organisasi kekuasaan dalam perusahaan dan peranan bank

Kita dapat menganggap sistem keiretsu di Jepang sebagai suatu manajemen kooperatif, dimana manajemen perusahaan menengahi kepentingan pemegang saham dan karyawan. Sistem Jepang berdasarkan pada hubungan yang rumit antara kepemilikan silang diantara banyak perusahaan (60% sampai 70% modal), sedangkan institusi keuangan memiliki sisanya.

Walaupun institusi keuangan tidak boleh memiliki lebih dari 5% modal dari suatu perusahaan, bank utama memainkan peran kunci dan mengendalikan aktivitas bank-bank lain. Bank-bank ini dapat juga berintervensi sedikit, tapi mampu mengganti pimpinan perusahaan jika diperlukan, suatu ancaman dan hal memalukan bagi pimpinan perusahaan. Kelompok pemegang saham ini, perusahaan atau bank, menjamin pembiayaan perusahaan melalui hutang dan melindungi mereka dari akuisisi hostil. Biaya modal perusahaan Jepang rendah dan rentabilitas bukan tujuan, sehingga menimbulkan over leverage kronis bagi perusahaan. Disamping itu, perusahaan memperaktekkan suatu strategi “lari di depan” melalui pertumbuhan ukuran perusahaan guna membayar kembali hutang mereka. Selain itu, perusahaan memiliki aktiva yang tidak dapat dijual guna menjamin pensiun karyawan. Ini menunjukkan lemahnya mobilitas karyawan dan bahwa suatu kebangkrutan mempunyai biaya sosial yang sangat besar bagi rumah tangga karyawan. Anggota dewan pengawas berasal dari pimpinan perusahaan, bank utama ataupun sebuah perusahaan yang memiliki hubungan sangat kuat dengan perusahaan tersebut.

Evolusi mutakhir di bawah tekanan deregulasi dan terbukanya persaingan internasional, sejak tahun delapan puluhan, telah meningkatkan biaya modal melalui berkurangnya pinajaman bank antar kelompok perusahaan dan telah mendorong perkembangan pasar keuangan. Merger dan akuisisi, sampai saat ini secara esensial digunakan untuk menstrukturisasi “juara nasional” sehingga mereka memperoleh akses lebih mudah ke sumber dana di luar negeri.

b. Strategi penciptaan nilai perusahaan

Penciptaaan nilai dilakukan melalui perbaikan kinerja perusahaan, karena cara penggajian tradisional dan kebijakan memperkerjakan karyawan seumur hidup juga dipermasalahkan. Sampai saat ini, perusahaan Jepang memberikan sejumlah servis kepada karyawan mereka seperti perumahan, rekreasi. Matsushita, misalnya, menawarkan beberapa bentuk remunerasi (gaji) kepada karyawannya dengan cara sebagai berikut :

- Menerima premi pada saat pensiun yang jumlahnya sama dengan dua tahun gaji.

- Menunda mendapatkan bonus dan menerima gaji lebih tinggi, namun tetap mengambil perumahan gratis.

- Menunda penerimaan bantuan perumahan dan juga premi, namun sebagai kompensasinya karyawan akan diberikan gaji yang lebih tinggi.

Cara remunerasi pertama dan kedua lebih disenangi karyawan. Sampai sekarang ini, peningkatan gaji tergantung hanya pada gaji sebelumnya. Sebenarnya, Matsushita mengkaitkan peningkatan gaji dengan kinerja dan menjelaskan cara perhitungannya kepada manajer-manajernya. Disamping itu, stock option diberikan kepada manajer sejak tahun 1998.

Pengerjaan karyawan seumur hidup sedikit demi sedikit kurang dipergunakan, terutama dalam perusahaan – perusahaan berteknologi tinggi dan insinyur-insinyur muda lebih tertarik pada gaji yang tinggi. Sebuah survey yang dilakukan oleh pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa 90% perusahaan-perusahaan terbuka ingin memperkenalkan sistem pembayaran sebagiannya berdasarkan pada kinerja. Pada tahun 1990, Sony dan Fujitsu mengadopsi sasaran bertipe anglo-saxon dengan mendeklarasikan bahwa mereka mengelola perusahaan menurut kepentingan pemegang saham, dengan berdasarkan sistem penggajian karyawan pada kinerja. Demikian pula dengan Fuji, Xerox dan Asahi. Dalam bidang yang sama, Matsushita terlibat dalam suatu program pembelian kembali saham perusahaannya.

c. Peranan take-over

Hambatan masuk bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di perusahaan Jepang tetap sulit untuk diterobos. Pertama-tama, investor asing harus memberitahu Kementerian Keuangan Jepang mengenai keinginannya untuk mengakuisisi perusahaan lokal. Kementerian ini, demikian pula dengan komisi persaingan usaha, dapat menunda proses akuisisi selama beberapa bulan, sehingga memungkinkan pimpinan perusahaan untuk mengaplikasikan prosedur pertahanan.

Hambatan kedua berkaitan dengan masalah budaya. Praktek manajemen Jepang meliputi berbagai karakteristik seperti kerjasama, kepercayaan, pertukaran informasi dalam negosiasi. Ini menjelaskan bahwa semua penawaran publik akuisisi dianggap hostil, khususnya jika ia dilaksanakan oleh sebuah perusahaan asing. Secara realita, pengambilalihan kontrol pada umumnya dilakukan antar patner bisnis

Akhirnya, sistem kepemilikan silang berdasarkan keiretsu menjamin solidaritas yang sangat kuat dari anggota kelompok, perusahaan atau bank dan perlindungan terhadap pengambilalihan kepemilikan yang tidak diinginkan. Akan tetapi, situasi ini berevolusi seiring dengan keberadaan institusi-institusi keuangan asing yang datang untuk mambantu sektor perbankan yang berada dalam kesulitan.

C.3. Corporate governance di bawah kontrol negara

C.3.1. Perancis

Di Perancis, kita dapat menyaksikan adanya suatu peningkatan peranan pasar modal dan suatu evolusi mengenai cara bagaimana pemimpin perusahaan diremunerasi.

a.. Organisasi kekuasaan dalam perusahaan dan peranan bank

Laporan pertama Viénot (Juli 1995) merekomendasikan penyelesaian masalah kepemilikan silang dan penetapan komite audit, komite remunerasi dan komite pengangkatan direktur serta perlunya anggota dewan pengawas independen. Laporan kedua Viénot (Juli 1999) mengusulkan rekomendasi baru untuk mempraktekkan komite khusus tersebut.

Sebagian besar perusahaan besar menindaklanjuti rekomendasi laporan tersebut. Pada tahun 1998 terdapat 88% perusahaan, dalam indeks CAC 40, mempunyai komite khusus. Kehadiran anggota dewan pengawas mencapai 90% dari keseluruhan rapat yang diadakan dewan pengawas. Dari tahun 1997 ke 1998, jumlah anggota dewan pengawas asing meningkat dari 14% menjadi 18,3% di dalam perusahaan CAC 40 (40% modal dimiliki oleh pemegang saham asing). Personalitas independen mulai duduk di dewan pengawas dari perusahaan-perusahaan tertentu. Akan tetapi perusahaan – perusahaan Perancis masih bercirikan sangat kuatnya hubungan keluarga diantara anggota dewan pengawas. 15% dari dewan pengawas perusahaan-perusahaan CAC 40 menguasai 44% kantor pusat.

Undang – Undang yang paling baru tentang “peraturan ekonomi baru” membatasi jumlah mandat bagi anggota yang berasal dari luar sebanyak 5. Undang – Undang ini juga mensyaratkan transparansi remunerasi, termasuk stock option, untuk mandat sosial dan untuk sepuluh pemegang saham majoritas. Ini seharusnya mendorong komite remunerasi untuk menetapkan peraturan-peraturan dengan lebih jelas mengenai hubungan antara remunerasi manajer dengan hasil yang diperoleh dalam kaitannya dengan sasaran perusahaan.

Di bawah tekanan dana pensiun asing dan investor lembaga, rencana stock options telah digunakan oleh sejumlah perusahaan Perancis seperti Air Liquide, Alcatel, Elf Aquitaine, Lafarge, Peugeot, Rhône-Puulene, Seita, Valéo, L’Oréal dll. Namun masih banyak yang perlu dilakukan dalam hal perluasan, perpajakan dan aplikasinya di dalam perusahaan publik seperti France Telecom, dimana pimpinan dan manajer-manajer anak perusahaan berasal dari New Orange (berdasarkan hukum Inggris) dan Wanadoo (berdasarkan hukum Perancis) dapat menikmati stock-options.

Namun, ada satu hal yang sulit untuk diatur yaitu “klausul penyesuaian” yang bertujuan untuk membatasi jumlah hak voting dalam RUPS dan mengurangi kekuasaaan pemegang saham yang tersebar luas di perusahaan-perusahaan besar seperti Alcatel, Danone, Lafarge, Pernod-Ricard, Saint-Gobain, Schneider, Société Générale, TotalFinalElf, Vivendi. Pemimpin-pemimpin mereka menjustifikasinya dengan mengingatkan perlunya perlindungan pemegang saham minoritas terhadap suatu pengambilalihan kontrol yang tidak memberikan premi, yang umumnya diusulkan pada waktu penawaran akuisisi kepada publik. Posisi bertahan ini bukan alat yang efektif untuk memperbaiki citra perusahaan-perusahaan ini dimata investor dan menyiapkannya untuk bersaing secara internasional.

Mengenai evaluasi kinerja ketua dan anggota dewan pengawas, ia jarang dilakukan dalam perusahaan Perancis. Sedangkan di Amerika Serikat, 75% keiatan dewan mengevaluasi secara formal kinerja ketua dewan pengawas dan 55% mempunyai komite yang diperuntukkan untuk mengevaluasi penerapan corporate governance dan pekerjaan mereka.

b.2. Strategi penciptaan nilai perusahaan

Sejak beberapa tahun, penciptaan nilai perusahaan menjadi pembicaraan hangat presiden direktur perusahaan, khususnya ketika diadakannya RUPS. Laporan tahuan menyebutkan bahwa penciptaan nilai merupakan salah satu indikator esensial dari kinerja kelompok perusahaan. Konsep penciptaan nilai berkembang dalam menghadapi penawaran publik akuisisi hostil, seperti pada tahun 1999 ketika penawaran publik akuisisi antara BNP dan Paribas, dan Société Générale serta Total Fina terhadap Elf atau untuk menjustifikasi merger dengan kelompok asing, seperti Rhone-Poulenc atau Péchiney.

Penciptaan nilai bertujuan untuk menentukan suatu bagian dari remunerasi direktur. Cara-cara yang digunakan untuk meningkatkan nilai pemegang saham adalah sebagai berikut :

- meningkatkan margin operasional dengan memusatkan pada aktivitas yang marginnya tinggi (Danone, Vivendi).

- Mengintensifkan rasionalisasi peralatan produksi (Mlichelin).

- Mengurangi biaya (Péchiney).

Adalah grup Danone yang pada tahun 1995 melaporkan bahwa grup ini telah menghancurkan nilai, karena peningkatan dua kali lipat omzetnya dalam 10 tahun, dari 34 milyar france menjadi 79 milyar France yang dilakukan melalui sejumlah akuisisi yang biaya dan rentabilitasnya tidak pernah dievaluasi dengan wajar. Kelompok Danone memutuskan untuk mengkonsentrasikan kegiatannya pada tiga sektor aktivitas : produk susu, biskuit dan minuman yag tujuannya menjadi nomor 1 di dunia dan anak-anak perusahaan yang merugi secara cepat dijual. Kelompok Danone membeli kembali saham-sahamnya melalui peningkatan hutang. Juga telah ditetapkan sebagai sasaran yang diemban yaitu rentabilitas ekonomi sebesar 10% pada awal tahun 2000. Bagi Danone, perbaikan rentabilitas kelompok melalui perencanaan margin operasional dan perencanaan modal yang diinvestasikan menjadi sasaran utama dalam kaitannya dengan :

- perbaikan margin dengan cara menjual cabang-cabang aktivitas yang kurang menguntungkan seperti penjualan perusahaan yang bergerak dibidang penjualan rempah – rempah pada tahun 1997 dan 1998.

- Perbaikan rentabilitas ekonomi menjadi suatu kriteria untuk menetapkan remunerasi pimpinan perusahaaan dalam grup, karena perbaikan ini menyajikan bagian terpenting dari unsur variable dari remunerasi.

- Perbedaan antara biaya modal rata-rata tertimbang dan rentabilitas ekonomi yang meningkat, berarti adanya penciptaan nilai bagi pemegang saham.

Mengenai remunerasi di kelompok Danone, manajemen Danone berupaya membatasi penyimpangan-penyimpangan yang bertujuan untuk “memanipulasi” hasil akunting dan memperbaiki secara artifisial rasio-rasio keuangan, seperti penggelembungan nilai aktiva atau penggunaan sistematis dari pada leasing, agar kompensasi yang diberikan benar-benar mencerminkan kinerja optimal manajemen dan karyawan kelompok Danone. Berikut ini disajikan nilai yag diciptakan kelompok Danone dari tahun 1996 sampai 1999.

Tabel 3.4

Penciptaan Nilai oleh Kelompok Danone Perancis

1996 – 1998

1996

1997

1998

Rentabilitas ekonomis(RCI dalam jutaan France)

- hasil operasional

5.130

5.567

5.818

- modal yang diinvestasikan (CI)

70.404

73.178

72.295

RCI =

7,3%

7,6%

8%

Biaya modal (CCE dalam %)

- biaya modal sendiri

9,45%

8,74%

7,98%

- biaya hutang setelah pajak

2,59%

2,57%

2,00%

CCE =

7,1%

7,1%

7%

Nilai yang diciptakan(dalam jutaan France)

RCI – CCE =

0,2

0,5

1

x CI =

14.060

36.589

72.295

Sumber : Laporan tahunan Grup Danone, 1999

c. Peranan take-over

Sejak beberapa tahun, praktek-praktek baru telah berkembang, antara lain adalah :

- pelaksanaan penawaran publik akuisisi hostil

- pemisahan kelompok perusahaan

- pembelian kembali saham perusahaaan

Pada tahun 1998 di Perancis terdapat peningkatan kekuasaan Dewan Pasar keuangan (le Conseil des Marchés Financiers) yang mempunyai waktu 5 hari sejak publikasi pertama dari proposal perusahaan tentang keinginannya untuk melakukan suatu penawaran akuisisi kepada publik.

Pemisahan kelompok untuk meningkatkan kapitalisasi pasar juga digunakan, misalnya oleh kelompok Changeurs, perusahaan tekstil dan ritel yang dipisahkan menjadi dua pada tahun 1996. France Telkom mendaftarkan anak perusahaannya, Wanadoo, di bursa. Pada tahun 1999, sejumlah perusahaan induk telah membeli kembali saham anak-anak perusahaan mereka yang telah mereka jual sebelumnya. Pembelian ini dilakukan dalam bentuk penawaran publik akuisisi dan pemegang saham minotitas mendapatkan bonus yang cukup besar dari pembelian ini. Sebagai contoh adalah pembelian kembali Continental Assurences oleh Generali France dengan premi 47%, juga pembelian kembali Entreprises Industrielle oleh GTM dengan premi sebesar 28,60%.

C.3.2. Itali

Seperti di Perancis, di Itali kita melihat semakin meningkatnya peranan pasar modal dan take-over hostil.

a. Organisasi kekuasaan dalam perusahaan dan peranan bank

Di masa lalu, peran pasar keuangan masih terbatas, sedangkan bank, baik swasta maupun pemerintah, membiayai secara beasr-besaran kegiatan perusahaan tanpa memperhitungkan rentabilitas proyek. Sejak lama, perusahaan-perusahaan di Itali di kontrol melalui holding companies, publik atau swasta. Reformasi yang sudah dilaksanakan telah menghasilkan :

- Publikasi laporan keuangan yang lebih transparan.

- Laporan setiap semester hasil – hasil keuangan yang dicapai.

- Mengorganisasikan pertemuan dengan para analis.

- Mendefinisikan delik awal dan menyempurnakan sanksi.

- Melakukan penyesuaian dan modernisasi struktur perusahaan untuk beradaptasi secara lebih baik dengan mata uang tunggal Eropa.

- Meningkatnya permintaan investor yang mendorong perusahaan untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham.

Disamping itu, perusahaan – perusahaan telah menyerdehanakan struktur organisasi mereka dengan mengurangi jumlah perusahaan yang berbentuk holdings sehingga memungkinkan mereka untuk menciptakan nilai yang lebih besar bagi pemegang saham.

b. Peranan take-over

Take-over hostil adalah sesuatu yang baru di Itali. Badan otoritas bursa Itali (Consob) memainkan peranan penting dalam mendorong aktivitas ini. Ada contoh menarik tentang hal ini. Consob telah menolak tawaran Telecom Italia, karena ia tidak memberikan informasi yang cukup, kemudian penawaran diterima setelah ia memenuhi persyaratan informasi yang diperlukan. Pada tahun 1999, penawaran publik akuisisi terhadap Telecom Italia dilakukan oleh kelompok Olivetti dengan berhasil. Sebagian besar institusi-institusi keuangan (Generali, INA, Unicre-dito Italiano, Comit, San Paolo IMI) yang merupakan pemegang saham utama di Telecom Italia telah menjual saham mereka. Bahkan IFIL, sebuah holdings dari kelompok Agnelli, yang hostil pada awal operasi, juga melepaskan saham-sahamnya. Mantan bos Olivetti, Carlo de Benedetti, mengakui beberapa kepentingan operasi ini dengan mengatakan : “Take-over perusahaan ini memberikan kejutan pada manajemen Telecom Italia, yang merupakan kendala terhadap manajemen yang lebih efektif. Operasi ini menunjukkan kepada dunia bahwa di Itali kami bisa melakukan operasi berdimensi besar. Ia juga menunjukkan ketidakgunaan pemegang saham utama. Ia juga telah menggetarkan sistem keuangan Italia. Disamping itu, ia memberikan kontribusi bagi berevolusinya budaya perusahaan dan corporate governance di Itali”.

Tidak dapat dibantah bahwa take-over tersebut menandakan bergesernya fungsi kapitalime Italia. Salvatore Bragantini mengkiritk sistem Itali dan mengatakan, dalam suatu pamflet “Capitalismo all’italiana”, bahwa adalah mustahil beroperasi dalam sistem kapitalis tanpa adanya pasar modal yang riel. Pilihannya sederhana yaitu dengan mengembangkan suatu pasar terbuka atau perspektif industri akan suram tanpa capital market yang riel.


D. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kendatipun pemimpin perusahaan-perusahaan multinasional menemukan sejumlah besar prinsip fundamental dari suatu governance yang baik, tetap masih banyak yang harus dilakukan untuk menjamin paling tidak homogenitas dan transparansi yang diperlukan untuk memfasilitasi pemilihan bagi investor pada skala nasional dan internasional dan untuk mendorong partisipasi aktif para pemegang saham.

Prinsip-prinsip corporate governance yang direkomendasikan oleh OECD pada tahun 1999 menandai suatu tahap awal bagi terciptanya tata kelola perusahaan yang lebih transparan, kredibel dan reliable dalam rangka upaya menciptakan nilai bagi pemegang saham dan perlindungan pemegang saham minoritas. Penciptaan nilai merupakan optimasi hasil/kinerja manajemen yang mampu direalisasikan oleh suatu perusahaan guna memberikan sesuatu yang berharga bagi pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Ada beberapa metode praktis yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yang sekaligus mencerminkan adanya value creation dari suatu perusahaan : Economic Value Added (EVA), Total Shareholder Return, Maximising Shareholder Value, Cash-Flow Return on Investment, Strategi “pertumbuhan rentabilitas”, dan Rentabililitas modal sendiri (Return on Equity).

Applikasi metode ini mungkin berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lain. Sebagiannya tergantung pada sistem corporate governance yang membentuk organisasi kekuasaan di dalam organisasi, dan pada gilirannya mempengaruhi sikap manajer untuk mengambil keputusan tentang evaluasi kinerja. Sistem corporate governance dibedakan atas tiga macam, yaitu corporate governance berbasis pasar, berbasis bank, dan pengaruh yang kuat dari negara. Yang pertama mendominasi Amerika serikat dan Inggris, kedua lebih dominan di Jerman dan Jepang, dan yang ketiga dipraktekkan oleh Perancis dan Itali.

Gelombang penciptaan nilai oleh perusahaan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan, terutama dalam usaha negara untuk menciptakan “juara nasional” di bidang industrinya masing-masing. Namun perlu diperhatikan bahwa kekuasaan pemegang saham tidak pernah berhenti berkembang sejak beberapa tahun terakhir. Dalam hal ini, timbul suatu pertanyaan : Apakah kekuasaan pemegang saham mampu bertahan mengahadapi volatilitas pasar modal sebagaimana yang kita saksikan pada tahun 2000? Para pembela tesis tentang value creation tentu akan menjawab ya. Akan tetapi, hanya masa depan yang akan mengatakan benar tidaknya dugaan semacam itu. Karena riset menganai dampak corporate governance terhadap kinerja perusahaan di Indonesia, menurut sepengetahuan kami, sampai saat ini belum dilakukan, maka direkomendasikan untuk melakukan studi yang lebih komprehensif mengenai hubungan kedua variabel tersebut.

Daftar Pustaka

Albouy, M (1999) “Théorie, applications et limite de la mesure de la creation de valeur” Revue Française de Gestion, Januari-Februari

Brangatinis S (2000) « un « passeport européen » pour les marchés des capitaux » Les Echos, 6 Septembre 2000

Caby J dan Hirigoyen G (1997) « La création de valeur de l’entreprise » Economica, Paris

Charreaux G., Editor (1997) « Gouvernement d’entreprise : Théorie et faits » Economica, Paris

Claessens S, dan Fan, Joseph, PH “Corporate Governance in Asia, Survey “ Journal of Applied Finance, 2003

Coville G (1990) »Les actionnaires sont-ils trop gourmands ? » La création de valeur en question » Le Revenu, vendredi, 29 Oktober 1999

Crédit Lyonnais (1997) « Structures de direction et pouvoir dans l’entreprise en Europe et aux Etats-Unis, Crédit Lyonnais International, Agustus, 1997

Feitz A (1999) « Création de valeur : la dictateur du court terme » Enjeux-Les Echos, Oktober

Hirt G.A and S.B. Block (1990) “Fundamentals of Investment Management” 3rd Ed., Richard D. Irwin, Homewood, IL, USA

Jacquilat B (1998) « Création de valeur et Création de richesse » Energies

Jensen, M.P. et W.H. Meckling. (1976) « Theory of the firm : managerial behavior, agency costs and ownership structure « Journal of Financial Economics, Vol.3/ p.305-360

KPMG (1998) « Gouvernement d’entreprise : bilan français et international, Troixième enquette, Juli-Agustus

Labeller R et Raffournier B (2000) « Comparaison internationale en matière de gouvernement d’entreprise, Congrès de l’Association française de comptabilité

Narayanan, M.P. (1985) « Managerial incentive for short term residuals » Journal of Finance, Vol.XL, No.5, Déc, p.1469-1484

OCDE (1999) « Principes relatifs au gouvernement d’entreprise, OECD, Paris

Peyrard J (1999) « Gestion financière internationale » 5e èd. Vuibert, Paris

Viénot M (1995à « Le conseil d’administration des sociétés cotées » rapport dugroupe de travail de l’Association française des entreprises privées et de Conseil National du Patronat Français, Juli

Rapports annuels 1999 : Accor, Elf-Aquitaine, Eridiana-Beghin-Say, Danone, lafarge, Pernod-Ricard dan Promèdes

Shleifer, A et R.Vishny (1997) « A Survey of Corporate Governance « The Journal of Finance, Vol.52, No.2, (June)

The Economist, Desember 1998 dan 22 Mei 1999



[1] Lihat Shleifer dan Vishny (1997) untuk mengetahui karakteristik, mekanisme dan fungsi corporate governance dan studi empirik tentang corporate governance secara lebih detail. Corporate governance khsusu untuk negara-negara Asia, Lihat Claessens dan Fan (2003)

[2] Kami menyajikan kasus di Perancis dengan alasan bahwa informasi riset di negara tersebut boleh dikatakan sangat jarang diperoleh, padahal dalam mengelola perusahaan pengaruh kontinental Eropa di dunia cukup signifikan. Selain itu, kebanyakan studi empiris, sebagian besar terfokus pada pasar Amerika Serikat yang berbasis market. Dengan demikian, contoh-contoh yang akan kami gunakan dalam berbagai kasus adalah perusahaan-perusahaan go public yang sebagiannya sudah mengglobal, namun dengan praktek corporate governance yang berbeda dengan Amerika Serikat.

[3] Di berbagai literatur keuangan, nilai didefinisikan sebagai nilai sekarang dari aliran kas di masa yang akan datang setelah didiskonto dengan biaya modal tertentu. Konsep ini digunakan secara luas dalam penilaian perusahaan tidak hanya aktiva keuangan (saham, obligasi) tetapi juga aktiva non keuangan (pemilihan proyek investasi).

[4] Narayanan (1985) mengemukakan dalam artikel teoritisnya bahwa manajer adalah penghindar resiko disebabkan karena human capital-nya yang tidak bisa didiversifikasi dengan mudah. Oleh karena itu, keputusan pembelanjaan, investasi, distribusi keuantungan dan bahkan cara menilai kinerja dipengaruhi sikap manajer perusahaan. Lihat juga Jensen dan Meckling (1976).

[5] Dalam teori efficient market hypothesis berdasarkan market model, pemegang saham hanya memperoleh keuntungan yang tidak bisa lebih dari pada yang diberikan oleh pasar. Oleh karena itu, sangat mustahil apabila pemegang saham memperhitungkan faktor lain selain yang diprediksi oleh market model tersebut. Teori Arbitgare Pricing model (APT) berupaya menjelaskan dengan memperhitungkan berbagai factor yang mezmpengaruhi rate of return saham; namun masalah yang dihadapi metode ini adalah dalam penentuan jumlah factor yang dimasukkan ke dalam model. (Lihat penjelasan, dari Hirt dan Block, 1993).